Wudhu Menurut Empat Mazhab
Wudu (Arab: الوضوء al-wuḍū’, Persia:آبدست ābdast, Turki: abdest, Urdu: وضو wazū’) adalah salah satu cara menyucikan anggota tubuh dengan air. Seorang muslim diwajibkan bersuci setiap akan melaksanakan salat, baik shalat wajib maupun sunnah.
Berwudhu merupakan Syarat Sah untuk melakukan Ibadah Shalat sehingga jika anda mengerjakan suatu Shalat tetapi tidak Berwudhu terlebih dahulu, maka Shalat yang anda kerjakan akan sia – sia atau mubah atau tidak sah.
Seperti Sabda Nabi Muhammad Saw seperti, ” Tidak diterima Sholatmu tanpa Bersuci atau Wudhu (HR. Muslim) dan ” Bersuci atau Berwudhu adalah sebagian dari iman (HR. Muslim). Sedangkan untuk Keutamaan Berwudhu dan Manfaat Wudhu sendiri sudah banyak diterangkan di dalam Sabda Nabi Muhammad Saw seperti ” Barang Siapa yg Berwudhu secara Sempurna, maka dosa – dosa’nya akan gugur atau hilang di jasad-nya hingga keluar jg dari bawah kuku-kuku’nya (HR. Muslim) dan ”’ Sungguh Umat’ku kelak akan datang pd hari kiamat dlm keadaan muka dan kedua tangan’nya kemilau bercahaya karena bekas Berwudhu ”’.
Para ulama memiliki pendapat yang berbeda ketika menyebutkan rukun wudhu. Ada yang menyebutkan 4 saja sebagaimana yang tercantum dalam ayat Quran, namun ada juga yang menambahinya dengan berdasarkan dalil dari Sunnah.
- 4 (empat) rukun menurut Al-Hanafiyah mengatakan bahwa rukun wudhu itu hanya ada 4 sebagaimana yang disebutkan dalam nash Quran
- 7 (tujuh) rukun menurut Al-Malikiyah menambahkan dengan keharusan niat, ad-dalk yaitu menggosok anggota wudhu`. Sebab menurut beliau sekedar mengguyur anggota wudhu`dengan air masih belum bermakna mencuci atau membasuh. Juga beliau menambahkan kewajiban muwalat.
- 6 (enam) rukun menurut As-Syafi`iyah menambahinya dengan niat dan tertib yaitu kewajiban untuk melakukannya pembasuhan dan usapan dengan urut, tidak boleh terbolak balik. Istilah yang beliau gunakan adalah harus tertib
- 7 (tujuh) rukun menurut Al-Hanabilah mengatakan bahwa harus niat, tertib dan muwalat, yaitu berkesinambungan. Maka tidak boleh terjadi jeda antara satu anggota dengan anggota yang lain yang sampai membuatnya kering dari basahnya air bekas wudhu`.
RUKUN | NIAT | MEMBASUH WAJAH | MEMBASUH TANGAN | MENGUSAP KEPALA | MEMBASUH KAKI | TERTIB | AL-MUWALAT | AD-DALK | JUMLAH |
Hanafi | - | Rukun | Rukun | Rukun | Rukun | - | - | - | 4 |
Maliki | Rukun | Rukun | Rukun | Rukun | Rukun | - | Rukun | Rukun | 7 |
Syafi'i | Rukun | Rukun | Rukun | Rukun | Rukun | Rukun | - | - | 6 |
Hanbali | Rukun | Rukun | Rukun | Rukun | Rukun | Rukun | Rukun | - | 7 |
- Al-Hanafiyah mengatakan bahwa yang wajib untuk diusap tidak semua bagian kepala, melainkan sekadar dari kepala. Yaitu mulai ubun-ubun dan di atas telinga.
- Al-Malikiyah dan Al-Hanabilah mengatakan bahwa yang diwajib diusap pada bagian kepala adalah seluruh bagian kepala. Bahkan Al Hanabilah mewajibkan untuk membasuh juga kedua telinga baik belakang maupun depannya.
- Asy-syafi`iyyah mengatakan bahwa yang wajib diusap dengan air hanyalah sebagian dari kepala, meskipun hanya satu rambut saja. Dalil yang digunakan beliau adalah hadits Al-Mughirah : Bahwa Rasulullah SAW ketika berwudhu` mengusap ubun-ubunnya dan imamahnya (sorban yang melingkari kepala).
- Al-Hanafiyah dan Al-Malikiyah tidak merupakan bagian dari fardhu wudhu`, melainkan hanya sunnah muakkadah. Akan halnya urutan yang disebutan di dalam Al-Quran, bagi mereka tidaklah mengisyaratkan kewajiban urut-urutan.
- Bersikeras mengatakan bahwa tertib urutan anggota yang dibasuh merupakan bagian dari fardhu dalam wudhu`. Sebab demikianlah selalu datangnya perintah dan contoh praktek wudhu`nya Rasulullah SAW. Tidak pernah diriwayatkan bahwa beliau berwudhu` dengan terbalik-balik urutannya. Dan membasuh anggota dengan cara sekaligus semua dibasahi tidak dianggap syah.
NO
|
HAL-HAL YANG MEMBATALKAN WUDHU`
|
Al-Hanafiyah
|
Al-Malikiyah
|
As-Syafi`i
|
Al-Hanabalah
|
1
|
Keluarnya sesuatu lewat dua lubang qubul atau dubur
|
Batal
|
Batal jika kelua sesuatu yang lazim juga dari lubang yang lazim
|
Batal
|
Batal
|
2
|
Tidur yang bukan dalam posisi tamakkun
|
Batal
|
Batal jika pulas
|
Batal
|
Batal walaupun dalam posisi tamakkun
|
3
|
Hilang Akal Karena Mabuk, Tidur Atau Sakit
|
Batal
|
Batal
|
Batal
|
Batal
|
4
|
Menyentuh Kemaluan dengan telapak tangan
|
Tidak batal
|
Batal
|
Batal
|
Batal
|
5
|
Menyentuh kulit lawan jenis yang bukan mahram
|
Tidak Batal
|
Batal jika merasa lezat
|
Batal
|
Batal dengan syahwat
|
6
|
Keluarnya Sesuatu dari badan
|
Batal
|
Tidak Batal
|
Tidak Batal
|
Tidak Batal
|
1. Keluarnya sesuatu lewat dua lubang qubul atau dubur.
- Menurut al-Malikiyah keluar sesuatu yang tidak lazim seperti batu, darah atau nanah tidak membatalkan wudhu’ jika sesuatu tersebut terbentuk didalam usus (bukan karena menelan batu)
- Menurut al-Hanabalah tidur membatalkan wudhu’ secara mutlaq.
- Menurut al-Malikiyah tidur pulas dapat membatalkan wudhu’ baik tamakkun aatau tidak, sementara tidur tidur ringan tidak membatalkan wudu’
- Menurut as-Syafi’i membatalkan wudu’ tampa lapis selain rambut, kuku dan gigi.
- Menurut al-Hanafiyah tidak batal wudu’ samasekali.
- Menurut al-Malikiyah membatalkan wudhu’ apabila dengan kelezatan atau bermaksud kelezatan walaupun dengan lapis tipis, baik kulit, rambut. Juga Menyentuh amrod aljamil hukumnya sama.
- Menurut al-Hanabalah membatalkan wudhu’ dengan syahwat, Ajnabi atau Muhrim. Tidak batal wudu’ bagi yang di sentuh.
- Mereka sepakat bahwa Murtad juga menyebabkan batalnya wudu’ kecuali al Hanafiyah.
- Namun al Hanafiyah berpendapat Ketawa dalam solat juga menyebabkan batal wudu’.
- makan daging kambing atau unta menurut al-Hanabalah termasuk yang membatalkan wudu’, dan juga memandikan jenazah.
- Ragu terhadap hadats membatalkan wudu’ menurut al-Malikiyah.
- Bersuci dengan cara memesukkan anggota tubuh ke dalam air sedikit (kurang dari 2 Qullah =190 Liter/ wadah berukuran 85 cm2 [syafi’i] ) maka air tersebut dihukumi Musta’mal setelah diangkatnya anggota tubuh.
- Air Musta’mal ini hukumnya suci tapi tidak bisa mensucikan. Artinya air itu suci tidak najis, bias digunaka dalam memasal dsb. tapi tidak bisa digunakan lagi m,ensucikan, Demikian menurut al-Madahib kecuali Malikiyah.
- Menurut al-Malikiyah Air musta’mal hukumnya suci dan mensucikan, Artinya, bisa dan sah digunakan lagi untuk berwudu` atau mandi bersuci, tetapi makruh apabila masih ada air yang tidak musta’mal
- Menurut as-Syafi’I Air musta’mal yang mencapai dua Qullah dengan sendirinya menjadi air suci dan mensucikan.
Sumber:
https://mathlaulanwarlabtu.sch.id/read/13/wudhu-menurut-empat-mazhab#:~:text=Menurut%20as%2DSyafi'i%20membatalkan,Menyentuh%20amrod%20aljamil%20hukumnya%20sama